“Banyak para sarjana, intelektual, maupun kaum muda Indonesia yang fasih berbicara mengenai sejarah pemikiran Yunani kuno hingga Eropa modern. Namun, ketika membicarakan sejarah bangsanya sendiiri, mereka gagap atau cuma mengikuti teks-teks historis maupun sastra arus utama sehingga gagal mengenali negerinya sendiri.
Setidaknya, itulah inti kritik yang dilontarkan Max Lane, seorang Indonesianis asal Australia dan sosok yang kali pertama menerjemahkan Tetralogi Pulau Buru Pramoedya Ananta Toer ke dalam bahasa Inggris.
Tetralogi Pulau Buru, adalah sebutan beken untuk empat roman karya sastrawan terbesar Indonesia tersebut: Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca.
Orang-orang terdahulu, mereka berjuang dan berkorban untuk mendapatkan kemerdekaan secara susah payah. Tapi setelah merdeka mau apa? ” kata Max dalam diskusi peluncuran bukunya ”Indonesia Tidak Hadir di Bumi Indonesia” di Galeri Cipta III, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 12 Agustus tahun lalu.”