Sajak yang belum sajak: dua renungan

Renungan spontan Mei 22 jam 1 pagi waktu Melbourne

Hukum adalah palu cermin laba
Serikat bergerak cermin tenaga otak otot
Senyum falsu, bergigi putih tajam berkilat, mata melotot
Peluk, tangan bergandengan, senyum mata bersinar, barisan ngotot
Berseberangan, sudah tahu tujuan, berdiri tegak, tak perlu meraba-meraba
+++++++++++++++++++

Masalah membeludak, cipta daya berbuat
Jiwa muda menulis mementas melukis dan aksi makin kuat
Titik harta tak kalah berakumulasi
Jadi benteng mempertahankan dominasi
Dalam suatu negeri dua bangsa
Yang satu merindukan cahaya, yang satu cari mangsa.

++++

Dua negeri tetangga dari dua belahan sejarah
Belahan dijarah, belahan yang menjarah
Berwarna. Putih
Miskin. Berindustri
Yang buat satu masa depan menjadi masalah menantang
Buat yang lain masa depan terbayang hanya hari ini untuk abadi berulang-ulang
Yang satu adalah keresahan mencari jawaban
Yang lainnya dari kenyenyakan harus dibangunkan
Di keduanya mendesak butuh kebangkitan

++++

Merenung yang lain

Pulang
Apa itu?
Pergi ke sana atau pergi ke situ?
Hah, seolah keputusan itu di tangan kita
Ekonomi dari tangan kita pilihan itu sudah disita
Tak ada pulang, hanya berkejar-kejaran berulang-ulang

++++++++

Kok ya klakson itu musik
Sampai dalam, oleh iramanya hati kita ditusik
Indah betul Beethoven punya simponi
Kalah total sama lalu lintas Jakarta punya harmoni

+++++

Langit biru di belakang korden debu polusi
Sungguh! Bukan suatu ilusi
Tak apa, pasti tak diperhatikan
Kepekaan ke langit atas oleh kesibukan ibukota sudah dimatikan

++++

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s